Belumkah Batu Ponari Membentur Kepala Mereka?

Semakin maraknya "pasien" Ponari menjadikan bukti kegagalan Pemerintah semakin kuat. Bagaimana tidak? Pertama, banyak masyarakat yang menderita penyakit. Ini menunjukkan bahwa tujuan negara dalam membentuk manusia yang cerdas dan sehat tidak terwujud.Kedua, masih sangat banyak masyarakat yang taraf berpikirnya masih terbelakang alias tidak menggunakan akal sehat atau logika yang tepat. Masyarakat masih mempercayai mistis dan sebagainya. Ketiga, bukti lemahnya akidah masyarakat yang mayoritas muslim. Tentunya kebanyakan dari orang-orang yang berobat pada Ponari beranggapan bahwa yang menyembuhkan penyakit mereka adalah Batu Ajaib milik Ponari, si dukun cilik itu. Bukankah itu adalah suatu kesyirikan?


Analisis dan sulosi selanjutnya bersambung di lain kesempatan. Mohon Maaf...

Read More…

Selasa, 03 Maret 2009

Gaza, Luka Semua Muslim


Paragraf Pertama

Serangan demi serangan keji tentara Israel telah menewaskan umat muslim yang tak terhitung lagi jumlahnya. Namun apakah hal itu tlah membuat umat muslim di belahan dunia lain mampu merasakannya, lalu tergerak untuk menyelamatkan saudaranya di sana?

Dimanakah 'orang-orang yang punya kekuasaan'? Dimana kekuatan mereka untuk mengirimkan tentara untuk melawan kekejian dan kebengisan Israel yang sedari dulu menjalankan rencana busuknya tuk memusnahkan umat Muhammad SAW?

Wahai sekalian umat, takkan ada kekuatan pada umat muslim yang berjumlah milyaran ini jika tidak ada persatuan yang kokoh; jika masih terpecah pecah dengan sekat nasionalisme. Sehingga terkotak-kotak dalam negara-negara kecil yang lemah... Read More…

Rabu, 04 Februari 2009

Gempita Tahun Baru Hijriah, saatnya Hijrah

Tahun baru hijriah sebentar lagi. Udah nyiapin apa aja guys? Kalo orang non-i udah berbenah dengan penampilannya dan so pasti dengan kado-kado istimewa buat orang2 special dalam menyambut 1 Januari 2009. Kalo orang Islam?? Btewe udah tau belon nih kapan 1 Muharram itu Jatuh? (JatuH? emang buaH kLapa?!)

So pasti, tahun baru Hijriah niy mengingatkan kita akan kisah perjalanan hijrah Nabi dan para shahabat., tul gag? Yup,,seperti yang sering kita denger n kita baca.. Rasul dan para sahabat berhijrah dari Makkah menuju Madinah meninggalkan harta, keluarga, demi mewujudkan KEMULIAAN ISLAM dan menunaikan perintah Allah untuk menerapkan Syari'at Allah dengan mendirikan Negara Islam (Daulah Khilafah) di Madinah.

Dulunya Rasulullah dianggap seorang yang gila,,membawa ajaran baru yang menurut mereka sangat tidak masuk akal.. Apalagi ketika Rasul mendirikan sebuah negara di Madinah,,banyak yang beranggapan hal itu sangat mustahil. Bahkan perkiraan mereka negara yang didirikan Rasul dengan berpondasikan Al-Qur'an dan berwilayah sekecil madinah itu tak akan bertahan lama. Tapi apa yang terjadi?! Negara kecil itu meluas hingga memimpin 3 benua! Lebih dari itu,,masyarakatnya pun hidup aman, sejahtera, dan serba terjamin.. Apakah ini dilebay2kan? Buka aja shiroh Nabawi dan Buku-buku sejarah peradaban islam untuk buktinya. Juga bisa langsung dilihat berupa peninggalan sejarahnya, seperti masjid-masjid besar,dsb.

Nah sobat, sungguh perubahan yang menakjubkan bukan? Tentu itu semua bukan karena Rasulullah dan orang-orang terdahulu punya kesaktian.. Juga bukan berarti pada masa dulu gak ada perlawanan sama sekali dalam mendakwahkan islam ke seluruh dunia.. Tapi itu semua berkat kegigihan dan keistiqamahan para pejuang islam dalam upaya menyebarluaskan islam dan seantiasa memeliharanya sebagai sebuah solusi manusia dari sang Khalik yang menurunkannya..

Begitulah,,saat ini bagaikan kondisi di saat Rasul belum hijrah. Saat itu masyarakatnya amat jahil, bayi dikubur hidup-hidup, menyembah berhala, zina, mabuk-mabukan,dan pembunuhan dimana-mana. Ya seperti saat ini..

Wahai Sekalian umat! Saatnya berhijrah menuju Indonesia lebih baik!
Saatnya berhujrah menuju generasi bersakhsiyah islam..
Saatnya berhijrah menuju kemuliaan dan kesejahteraan di bawah naungan islam..
Sambutlah kemenangan dengan berlari...!
Songsong Kebangkitan dengan tangan dan kakimu! Berusahalah dan berjuanglah terus dalam mewujudkan kehidupan islam..
Semoga Allah mempermudah dan memberkahi kita semua...

Amin Read More…

Senin, 22 Desember 2008

Semua terlihat memudar. Aku terbawa lamunan panjang tentang sebuah angan. Angan akan hadirnya suatu yang amat memukau, mendebarkan, hingga aliran darah terpompa begitu cepat...

Sungguh, aku sangat muak dengan semua ini. Ingin kuakhiri, namun harus kujalani. Ini realita yang mesti dirasakan seorang yang bernyawa; seorang yang memang ditakdirkan hidup di zaman serba kelabu. Mata ini bosan melihat tingkah nakal generasi pengacau. Hedonis, permisiv, dan aneka bumbu penguat rasanya telah menyeruak kehidupan yang damai. Semua serba kacau dengan kerakusan yang mendarah daging di tengah dikekalangkabutan jutaan manusia yang meringkih penuh derita. Inikah racun yang telah ditebarkan mereka sejak puluhan tahun lalu? Lalu mengapa mereka tetap nyaman di sofa empuknya, masih dengan gayanya yang terhormat itu?
Racun apakah ini Tuhan??

(bersambung...) Read More…

Rabu, 17 Desember 2008

Privatisasi,,privatisasi..

Privatisasi adalah pengubahan status kepemilikan pabrik-pabrik, badan-badanآ usaha, dan perusahaan-perusahaan, dari kepemilikanآ negara atauآ آ kepemilikanآ umumآ menjadiآ kepemilikanآ آ individu. Privatisasi merupakan salah satu ide dalam ideologi Kapitalisme, yang menetapkan peran negara di bidang ekonomi hanya pada aspek pengawasan pelakuآ ekonomi danآ penegakanآ hukum. Privatisasi selain diterapkan di Amerika Serikat dan Eropa, juga dipropagandakan dan diterapkan di Dunia Ketiga melalui lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO,آ sebagai salah satu program reformasi ekonomi untuk membayar utang luar negeri.

Privatisasi menimbulkan bahaya-bahaya antara lain : 1) Tersentralisasinya aset pada segelintir individu atau perusahaan besar, 2) Menjerumuskan negeri-negeri Islam ke dalam cengkeraman imperialisme ekonomi, 3) Menambah pengangguran akibat PHK, dan memperbanyak kemiskinan akibat pengurangan gaji pegawai, 4) Negara akan kehilangan sumber-sumber pendapatannya, 5) Membebaniآ konsumen dengan harga-harga yang melambung akibat pajak tinggi atas perusahaan terprivatisasi, 6) Menghambur-hamburkan kekayaan negara pada sektor non-produktif, 7) Menghalangi rakyat untuk memanfaatkan aset kepemilikan umum, 8) Privatisasi media massa akan memberi peluang masuknya serangan pemikiran kapitalis atas kaum muslimin.

Privatisasi adalah haram, karena : 1) Dalam privatisasi, negara menjual barang/aset yang bukan miliknya, 2) Privatisasi menyebabkan harta hanya beredar di kalangan orang kaya saja, 3) Privatisasi menimbulkan dominasi dan hegemoni kaum kafir atas kaum muslimin, 4) Privatisasi merupakan perantaraan (wasilah) munculnya kemudharatan bagi kaum muslimin.آ

Di tengah-tengah diskusi publik tentang perpolitikan pasca SU MPR,آ penyusunan kabinet “kompromi nasionalâ€‌, skandal Bank Bali, dan lain-lain, masalah privatisasi seakan tenggelam dan kurang mendapat sorotan. Padahal, masalah privatisasi BUMN tak kalah dahsyatnya dengan isu skandal Bank Bali. Lihat saja nilai uang pada kedua isu ini.

Skandal Bank Bali “hanyaâ€‌ bernilai 546 miliar rupiah, yang merupakan fee untuk PT. EGP. Sementara dalam program privatisasi, ditargetkanآ pada akhir tahun 2005 telah diperoleh dana sebesar Rp 721 triliun. Pada tahun anggaran 1998/1999 saja, sampai Agustus 1999, telah diperoleh dana US $ 1,039 miliar atau sekitar Rp 7,6 triliun lebih. Jumlah ini terkumpul dari penjualan saham PT Pelindo II sebesar US $ 215 juta dolar, PT Pelindo III sebesar US $ 173 juta, PT Telkom seharga US $ 409, 7 juta, dan PT Indofood tahap II sebesar US $ 62,5 juta (Kontan, No. 3, Th. IV, 11 Oktober 1999).

Meski demikian, sebenarnya Tanri Abeng –waktu itu Meneg Pendayagunaan BUMN– gagal mencapai target, karena pada tahun anggaran 1998/1999 ditargetkan ada 7 BUMN senilai US $ 1,5 miliar yang seharusnya dijual, yaitu PT. Semen Gresik, PT. Pelindo II, dan PT. Pelindo III, Indosat, Angkasa Pura II, PTPN IV, dan PT. Aneka Tambang (Suara Merdeka, 10 Mei 1999).

Memang skandal Bank Bank Bali belum apa-apanya bila dibanding dengan program privatisasi. Hanya saja skandal Bank Bali menjadi lebih heboh karena beraroma politis, di samping adanya penjarahan dan pengaliran dana yang dianggap ilegal. Sedang privatisasi, dianggap halal dan legal sehingga seakan tak perlu dipermasalahkan. Padahal jika dicermati, privatisasi nyata-nyata adalah sebuah program penjajahan. Ia adalah salah satu bentuk imperialisme global yang dijalankan oleh negara-negara kapitalis untuk mengeruk kekayaan berbagai negara di dunia.

Masyarakat nampaknya kurang menyadari hal ini, lantaran privatisasi telah dipropagandakan sebagai sesuatu yang apik dan menarik (serta membius!). Dikatakan misalnya, kalau kita berhasil menjual 40 – 50 % saja aset BUMN, semua utang luar negeri –yang hingga Pebruari 1999 lalu tercatat US $ 67 miliar– akan terbayar tuntas. Dalam acara Dialog RCTI Senin 10 Mei 1999, Tanri Abeng –yang tampil bersama Pande Radja Silalahi—menyebut-nyebut beberapa keuntungan privatisasi, seperti adanya transfer teknologi, manajemen, modal, dan pangsa pasar dari “strategic partnerâ€‌.

Namun ada satu hal prinsip yang dilupakan. Karena privatisasi adalah penjajahan, maka tentu ia akan selalu menguntungkan sang penjajah dan merugikan si terjajah. Pihak asing akan untung, rakyat akan buntung. Sebagai contoh, belum setengah tahun pihak asing menguasai PT Pelindo II –di mana 65 % arus ekspor impor Indonesia berjalan melaluinya– para pengguna angkutan laut sudah menjerit. Pasalnya, ada rencana kenaikan tarif angkutan laut sebesar 20 %. Padahal, biaya transportasi laut di Indonesia termasuk tinggi, yakni 10,6 % dari biaya perdagangan. Angka ini dua kali lebih mahal daripada rata-rata dunia, yang hanya 5,3 % dari total nilai perdagangan. Penyebab utamanya, karena 50 – 60 % biaya angkutan harus dibayarkan untuk jasa pelabuhan. Bayangkan, bila beban ini harus ditambah dengan kenaikan tarif angkutan laut sebesar 20 %!

Melihat contoh sekelumit ini, tak ayal privatisasi memang menjadi satu fenomena yang patut dicermati dan diawasi. Rakyat Indonesia yang mayoritas muslim, tak boleh lengah dengan imperialisme gaya baru yang sesungguhnya sangat merugikan mereka ini.آ آ
آ آ آ آ
Sekilas Fakta Privatisasi
Privatisasi adalah pengubahan status kepemilikan pabrik-pabrik, badan-badanآ usaha, dan perusahaan-perusahaan, dari kepemilikanآ negara atauآ آ kepemilikanآ umumآ menjadiآ kepemilikanآ آ individu. Privatisasi adalah sebuahآ pemikiranآ dalam ideologi Kapitalisme, yang menetapkan peran negara di bidang ekonomi hanya terbatas pada pengawasan pelakuآ ekonomi danآ penegakanآ hukum. Pemikiran ini menetapkan pula jika sektorآ publik dibebaskan dalam melakukan usaha,آ investasi,آ dan inovasi,آ maka pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat akan meningkat.

Privatisasiآ yangآ dikenal pula denganآ sebutanآ Liberalisme Baru (New Liberalism), mulai muncul pada era 80-an. Pemikiran ini dicetuskanآ oleh Milton Freedman, penasehat ekonomi Presidenآ AS saat itu, Ronaldآ Reagan, dan Frederick High, penasehat ekonomi PM Inggris waktu itu, Margaret Thatcher. Pemikiranآ ini telah tersebar luas di negara-negaraآ kapitalis,آ khususnyaآ Amerika Serikat dan Eropa Barat. Diآ sanaآ pun telah berlangsung proses pengubahan status kepemilikan banyak pabrik, badanآ usaha,آ danآ perusahaan dariآ kepemilikanآ negaraآ menjadi kepemilikanآ individu. Akibatnya, asetآ danآ perekonomian negara-negaraآ tersebut tersentralisasi pada beberapa gelintirآ individu atau perusahaan tertentu.

Negara-negara kapitalis lalu mempropagandakan pemikiran tersebut ke seluruh dunia, terutama kepada negara-negara Dunia Ketiga.آ Mereka mengimplementasikannya melalui IMF, sebagai sebuah program reformasi ekonomi yang dipaksakan atas negara-negara debitor. Melalui program ini, privatisasi telah melicinkan jalan bagi hadirnya penanaman modal asing. Betapa tidak, penawaran pabrik, badan usaha, dan perusahaan milik negaraآ atau milikآ umum,آ tentu menggoda paraآ investor asing. Apalagi jika yang ditawarkanآ berkaitan dengan pengelolaan bahanآ mentah, atau menyangkut hajat hidup orangآ banyakآ –yangآ menjadi tulang punggung perekonomian negara–آ seperti sektor energi (minyak,آ gas, dan sebagainya), air minum, pertambangan, saranaآ transportasiآ laut (seperti pelabuhan), dan sebagainya.

Jadi, sebagai salah satu program reformasi IMF, privatisasi senantiasa dibarengi dengan program lainnya, yaitu penanaman modal asing untuk investasi langsung ataupun tidak langsung. Dengan kata lain, kebijakan negara-negara berkembang untuk melepaskan sektor ekonomi publik menjadi sektor privat,آ sebenarnya bukan demi kepentingan rakyat. Memang digembar gemborkan bahwa privatisasi akan menguntungkan rakyat, karena akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi, akan meningkatkan kualitas barang dan jasa dengan biaya seminimal mungkin, dan seterusnya. Tetapi privatisasi hakikatnya bukan itu, melainkan semata-mata merupakan sikap tunduk dan pasrah kepada arahan-arahan dan tekanan-tekanan lembaga-lembaga keuangan internasional, terutama IMF yang bereputasi jelek itu.

Memang benar, bahwa perorangan bisa jadi lebih mampu daripada negara dalam berusaha, berinvestasi, dan berinovasi, serta melakukan kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan proyek-proyek ekonomi. Namun perlu disadari, bahwa perspektif negara umumnya tidak seperti perspektif individu. Sebuah negara kadang-kadang mempunyai beberapa tujuan di balik suatu proyek ekonomi di mana laba bukanlah tujuan utama. Sementara di sisi lain, memperoleh laba merupakan tujuan usaha individu, sekaligus menjadi standar untuk keberhasilan atau kegagalan usahanya.

Tetapi fakta tersebut yaitu bahwa individu tertentu lebih mampu berbisnis daripada negara tidak berlaku umum untuk seluruh individu. Sebab toh kegagalan dan kebangkrutan usaha individu juga banyak terjadi. Di samping itu, apa yang dikelola oleh berbagai badan usaha milik negara sebenarnya tidak terbayang untuk dapat dimiliki secara perorangan, seperti sungai, hutan, sarana transportasi air, pelabuhan-pelabuhan, tambang-tambangآ dengan kapasitas produksi besar, dan sebagainya.

Adapun penyebab kegagalan proyek-proyek ekonomi atau kebangkrutan ekonomi di banyak negara Dunia Ketiga, berpangkal pada kelemahan atau kegagalan sistem ekonomi yang diterapkan, serta adanya kekeliruan pada asas yang mendasari sistem tersebut. Jadi, kegagalan yang terjadi bukan semata karena satu asetآ merupakan kepemilikan negara atau kepemilikan individu.

Oleh sebab itu, siapa saja yang hendak mengatasi kegagalan tersebut, dia harus memulai dengan membangun aqidah yang mendasari sistem ekonomi yang akan diterapkan, kemudian menerapkan sistem ekonominya secara sempurna, dengan memperhatikan 3 (tiga) pilar utama untuk tegaknya suatu sistem, yaitu : 1) kualitas dan integritas individu, 2) kontrol dan koreksi masyarakat, dan 3) penegakan hukum dan peraturan secara konsisten oleh negara.

Bahaya-Bahaya Privatisasi
Meskipun diiklankan bahwa privatisasi akan menghasilkan keuntungan-keuntungan, namun privatisasi sebenarnya menimbulkan ekses-ekses berbahaya yang akhirnya menafikan dan menghapus keuntungan yang diperoleh. Bahaya atau kerugian yang paling menonjol adalah:

1. Tersentralisasinya aset suatu negeri –di sektor pertanian, industri, dan perdagangan– pada segelintir individu atau perusahaan yang memiliki modal besar dan kecanggihan manajemen, teknologi, dan strategi. Artinya, mayoritas rakyat tercegah untuk mendapatkan dan memanfaatkan aset tersebut. Aset tersebut akhirnya hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Dengan demikian, privatisasi akan memperparah buruknya distribusi kekayaan. Hal ini telah terbukti di negeri-negeri kapitalis, khususnya Amerika Serikat dan Eropa.

2. Privatisasi di negeri-negeri Islam yang dibarengi dengan dibukanya pintu untuk para investor asing –baik perorangan maupun perusahaan— berarti menjerumuskan negeri-negeri Islam dalam cengkeraman imperialisme ekonomi. Sebab, individu atau perusahaan kapitalis itulah yang nantinya akan menguasai dan mengendalikan negeri-negeri Islam. Selanjutnya, akan terjadi perampokan kekayaan negeri-negeri Islam dan sekaligus pengokohan dominasi politik atas penguasa dan rakyat negeri-negeri Islam tersebut. Para investor asing itu jelas hanya akan mencari laba sebesar-besarnya dalam tempo sesingkat-singkatnya, tanpa mempedulikan kebutuhan rakyat terhadap barang dan jasa. Mereka juga tak akan mempedulikan upaya membangkitkan industri negeri-negeri Islam. Ironisnya, beberapa negeri Islam yang tunduk pada ketentuan privatisasi memberikan sebutan “strategic partnerâ€‌ (mitra strategis) kepada para investor asing tersebut. Tentu, maksudnya adalah untuk memberikan image bahwa mereka itu “baikâ€‌, seraya menyembunyikan hakikat yang sebenarnya.

3. Pengalihan kepemilikan –khususnya di sektor industri dan pertanian– dari kepemilikan negara/umum menjadi kepemilikan individu, umumnya akan mengakitbatkan PHK, atau paling tidak pengurangan gaji pegawai. Sebab investor dalam sistem ekonomi kapitalis cenderung beranggapan bahwa PHK atau pengurangan gaji pegawai adalah jalan termudah dan tercepat untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan kualitas produk. Pada gilirannya, jumlah pengangguran dan orang miskin akan bertambah. Padahal sudah diketahui bahwa pengangguran dan kemiskinan sangat berpengaruh terhadap kondisi masyarakat, tingkat produksi, dan pertumbuhan ekonomi.

4. Menghapuskan kepemilikan umum atau kepemilikan negara artinya adalah negara melepaskan diri dari kewajiban-kewajibannya terhadap rakyat. Negara tidak akan sanggup melaksanakan banyak tanggung jawab yang seharusnya dipikulnya, karena negara telah kehilangan sumber-sumber pendapatannya. Negara tak akan mampu lagi memenuhi secara sempurna kebutuhan pokok bagi rakyat yang miskin. Negara juga tak akan dapat lagi memenuhi kebutuhan rakyat dalam bidang kesehatan dan pendidikan secara layak, dan lain-lain.

5. Negara akan disibukkan untuk mencari sumber-sumber pendapatan baru untuk menggantikan sumber-sumber pendapatan yang telah dijualnya. Dan negara tak akan mendapatkan sumber lain yang layak, selain memaksakan pajak yang tinggi atas berbagai pabrik, sektor, dan badan-badan usaha yang telah dijualnya maupun yang memang dimiliki oleh individu. Jelas ini akan melambungkan harga-harga dan tarif-tarif yang membebani masyarakat. Dengan kata lain,آ konsumen sendirilah yang akan membayar pajak itu kepada negara, bukan para investor. Jika negara sudah tidak bertanggung jawab lagi terhadap rakyatnya, serta pengangguran terus meningkat, maka akan tercipta kondisi sosial yang rawan dan sangat membahayakan.

6. Dana yang diperoleh negara dari penjualan kepemilikan umum atau negara, umumnya tidak dikelola dalam sektor-sektor produktif. Sebagian besarnya akan habis –sesuai dikte dari lembaga-lembaga internasional seperti IMF—untuk dibelanjakan pada apa yang disebut dengan “pembangunan infrastrukturâ€‌, “pelestarian lingkunganâ€‌, “pengembangan sumber daya manusiaâ€‌, dan sebagainya. Semua ini jelas merupakan pintu-pintu untuk menyerap modal asing dari luar. Ini merupakan tindakan menghambur-hamburkan kekayaan umat, dengan jalan membelanjakan harta umatآ untuk kepentingan investor asing.

7. Menghalangi masyarakat umumnya untuk memperoleh hak mereka, yaitu memanfaatkan aset kepemilikan umum, seperti air, minyak, sarana transportasi air, dan pelabuhan-pelabuhan. Dengan demikian, privatisasi merupakan kezhaliman yang merusak penghidupan rakyat.

8. Privatisasi media massa –khususnya televisi dan radio—akan memberi peluang masuknya serangan pemikiran dan budaya kapitalis. Ini menimbulkan bahaya peradaban bagi umat, karena umat akan dicekoki pola pikir dan pola jiwa kufur, dengan standar moral dan perilaku ala Barat yang bejat dan rendah.

Inilah beberapa dampak privatisasi yang akan menimpa umat Islam, bila program privatisasi terus dijalankan oleh negara. Dan tentunya, ini baru sebagian saja, sebab masih ada berbagai bahaya dan kemudharatan lain akibat privatisasi.آ آ آ

Hukum Privatisasi
Apa yang dlakukan pemerintah dengan menjual perusahaan-perusahaan, dan badan usaha milik negara kepada pihak-pihak perorangan atau kepada investor asing, adalah tindakan yang HARAM menurut syara’, karena alasan-alasan berikut :

Pertama, negara tidak berhak menjual aset-aset kepemilikan umum, karena aset ini bukan miliknya, tetapi milik umum. Islam telah melarang menjual suatu barang yang tidak dimiliki oleh penjual. Jika jual beli seperti ini terjadi, maka jual belinya batil alias tidak sah.

Islam telah menjelaskan bahwa kepemilikan umum adalah,â€‌Izin dari Asy Syari’ (Allah) kepada masyarakat umum untuk berserikat dalam memanfaatkan barang.â€‌آ Islam telah menentukan tiga jenis kepemilikan umum:

1. Barang yang menjadi kebutuhan orang banyak, yang jika tidak ada maka masyarakat akan berpencar-pencar mencarinya, seperti air, padang gembalaan, dan sumber-sumber energi. Nabi SAW bersabda,â€‌Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang; air, padang gembalaan, dan api.â€‌ (HR. Bukhari dan Muslim). Ada riwayat bahwa Rasulullah SAW membolehkan perorangan untuk memiliki air yang tidak dibutuhkan orang banyak. Dari hadits-hadits ini, diistimbath bahwa segala sesuatu yang menjadi kebutuhan orang banyak, yakni yang jika tidak ada maka orang-orang akan berpencar-pencar mencarinya, dipandang sebagai kepemilikan umum, baik itu termasuk dalam tiga jenis barang seperti yang disebut hadits maupun yang lain yang tidak disebut.

2. Tambang yang berkapasitas produksi besar. Telah diriwayatkan dari Abyadl bin Jamal, bahwa dia pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu dia meminta Rasulullah agar memberinya tambang garam, dan Rasululullah pun memberinya. Ketika Abyadl pergi, seorang shahabat di majelis berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya Anda telah memberikan kepadanya sesuatu (yang bagaikan ) air mengalir.â€‌ Rasulullah kemudian menarik kembali pemberian tersebut.Orang tersebut menyerupakan tambang garam dengan air mengalir, karena banyaknya produksi pada tambang garam tersebut. Ini mencakup pula setiap tambang dengan produksi dalam kuantitas yang banyak atau menguntungkan secara ekonomis, seperti tambang minyak, gas, fosfat, tembaga, dan sebagainya.

3. Barang-barang yang dilihat dari tabiat bentuknya tidak mungkin dimiliki oleh individu, seperti laut, sungai, atmosfer udara, dan sebagainya.

Inilah ketiga jenis barang yang merupakan kepemilikan umum yang dapat dimanfaatkan secara bersama oleh seluruh individu rakyat. Dalam hal ini, peran negara hanya pengelola dan pengontrol pemanfaatannya, bukan pemilik.

Maka dari itu, negara tidak boleh menjual atau memberikan kepada pihak siapa pun, sebab ketiga jenis barang itu adalah milik umum, bukan milik negara. Andaikata negara meminta persetujuan rakyat (melalui lembaga legislatif) untuk menjualnya, dan rakyat menyetujuinya, negara tetap tidak boleh menjualnya. Sebab, status kepemilikan umum didasarkan fakta barangnya, bukan didasarkan pada faktor yang lain, seperti persetujuan, perjanjian, dan sebagainya. Jika faktanya adalah tambang minyak, misalnya, maka statusnya adalah tetap kepemilikan umum, meskipun kita mencoba mengubah statusnya menjadi kepemilikan individu.

Jika aset yang dijual adalah milik negara, bolehkah negara menjual atau memberikannya?
Perlu dipahami lebih dulu, bahwa di samping membenarkan keberadaan kepemilikan individu dan kepemilikan umum, Islam juga membenarkan kepemilikan negara. Definisinya adalah,â€‌Setiap harta atau aset yang di dalamnya ada hak untuk seluruh kaum muslimin dan pengaturannya berada di tangan Khalifah.â€‌ Dengan demikian, pada asalnya, kepemilikan negara dimungkinkan untuk berubah statusnya menjadi kepemilikan individu. Negara boleh menjual atau memberikannya kepada individu. Namun perlu diingat, bahwa kepemilikan negara berkaitan dengan hak kaum muslimin dimana pengaturan Khalifah terhadapnya tidak boleh menimbulkan mudharat kepada kaum muslimin. Maka dari itu, meskipun hukum asalnya mubah, tetapi penjualan negara terhadap aset miliknya –sebagaimana terjadi dalam program privatisasi– hukumnya menjadi haram, karena privatisasi telah menimbulkan berbagai kemudharatan, seperti yang telah diterangkan. Kaidah syara’ menetapkan :

“Al Wasilah ilal haram haramâ€‌

“Segala sarana kepada keharaman, hukumnya haram pula.â€‌

Kedua, privatisasi menyebabkan harta hanya beredar di kalangan orang kaya saja, baik perorangan maupun perusahaan. Dengan demikian, orang banyak tidak dapat memanfaatakan harta tersebut dan pada gilirannya distribusi kekayaan akan semakin timpang. Hal ini tidak dibenarkan menurut Islam, sesuai firman Allah SWT :

“…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.â€‌ (QS Al Hasyr : 7)

Memang, ayat di atas mengharamkan beredarnya harta hanya di kalangan orang kaya di antara umat Islam (aghniya’i minkum). Namun demikian, ayat itu juga berlaku untuk orang kaya di kalangan kaum kafir. Sebab, bila harta tak boleh hanya beredar di antara orang kaya muslim, maka kalau hanya beredar di antara orang kaya kafir jelas lebih tidak boleh lagi, sesuai dengan pengamalan mafhum muwafaqah dalam ilmu ushul fiqih.

Ketiga, privatisasi menimbulkan dominasi dan hegemoni kaum kafir atas kaum muslimin. Dengan privatisasi, individu atau perusahaan kapitalislah yang nantinya akan menguasai dan mengendalikan negeri-negeri Islam, baik di bidang ekonomi maupun politik. Negeri-negeri Islam akan terjerumus dalam cengkeraman imperialisme ekonomi. Hal ini diharamkan oleh Islam, Allah SWT berfirman :

“…dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mu`min.â€‌ (QS An Nisaa` : 141)

Keempat, Privatisasi merupakan perantaraan (wasilah) munculnya kemudharatan bagi kaum muslimin. Sebagaimana telah diuraikan, privatisasi akan menimbulkan pengangguran akibat PHK, memperbanyak kemiskinan akibat pengurangan gaji pegawai, menghilangkan sumber-sumber pendapatan negara, membebaniآ konsumen dengan harga-harga atau tarif-tarif yang melambung akibat pajak tinggi atas perusahaan terprivatisasi, menghambur-hamburkan kekayaan negara pada sektor non-produktif, menghalangi rakyat untuk memanfaatkan aset kepemilikan umum, serta memberi peluang masuknya serangan pemikiran dan budaya kapitalis atas kaum muslimin. Semua ini merupakan kemudharatan yang diharamkan keberadaannya atas kaum muslimin. Dan privatisasi yang menjadi jalan ke arah itu, haram pula hukumnya.








what'z up??

Read More…

Minggu, 02 November 2008

Apa MasaLahnya siH?!

Hoo! Banyak! MasaLah bak jamuR di musim huJan,,buanyak banget choy!
Kemiskinan..
Kesenjangan Sosial
Merebaknya penyakit HIV/AIDS
Busung Lapar
Free Sex
Pornografi pornoaksi dimana-dimana
Kemerosotan MoraL
Narkoba
Korupsi
Tawuran Pelajar
Pembunuhan
De el el,,,pasti kalo keluar di soal ulangan bakalan nggak cukup kertas ulangannya.



Nah, dari situ sudahkah kita mengambil pelajaran? Atau jangan-jangan kita mengambil pelajaran hanya untuk keselamatan diri sendiri dengan cara menghindarinya sejauh mungkin. Wah, jangan salahkan orang kalo ada yang bilang kita egois. Kita menjaga diri dengan tidak pacaran, tidak mengkonsumsi narkoba, tidak mengkonsumsi majalah-majalah porno, tidak ikut-ikutan tawuran, serta membentengi diri dengan iman, akan tetapi apakah kita tetap bisa selamat ditengah lingkungan yang tidak aman? jika lingkungan dan orang-orang sekitar semakin ganas setiap harinya?
Read More…

Selasa, 07 Oktober 2008

Memaknai Idul Fitri

Nuansa Idul Fitri masih terasa hingga sekarang. Sudahkah kita menjadikannya sebagai momen untuk memuhasabahi diri? Apakah kita layak bergembira merayakan Idul Fitri yang sering dimaknai dengan ‘kembali ke fitrah’ dan juga sebagai ‘hari kemenangan’?
Secara bahasa fithrah berarti al-khilqah (naluri, pembawaan) dan ath thabi’ah (tabiat, karakter) yang diciptakan Allah swt. pada manusia. (Jamaluddin al Jauzi, Zad al-Masir, VI/151; az-Zamakhsyari, al-Kasysyaf,III/463).
Oleh karena itu, secara bahasa Idul Fitri bisa diterjemahkan sebagai ‘kembali ke naluri/pembawaan yang asli’. Di antara naluri/pembawaan manusia yang asli adalah adanya naluri beragama (gharizah at-tadayyun) pada dirinya. Dengan demikian, kembali ke fitrah adalah kembalinya manusia ke jatidirinya yang asli sebagai seorang hamba di hadapan Allah sebagai Tuhannya. Menurut Imam Ja’far ash-Shadiq, seorang muslim yang mengklaim sebagai hamba Allah harus menyadari bahwa:




mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Saat ini justru Kapitalisme-lah—dan bukan islam—yang diterapkan di tengah-tengah kehidupan umat Islam saat ini.
Padahal fakta telah membuktikan bahwa peraturan-peraturan yang dibuat manusia—karena lebih didasarkan pada hawa nafsunya—telah menimbulkan banyak efek negatif, kerusakan dan kekacauan. Dan itulah yang terjadi saat ini ketika hak membuat aturan/hukum diberikan kepada manusia (rakyat) melaului mekanisme demokrasi. Maha Benar Allah yang berfirman:
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50)

Idul Fitri juga sering dimaknai sebagai hari kemenangan. Rasulullah dan para Sahabat pada bulan Ramadhan justru berhasil memenangkan peperangan dalam melawan musuh-musuh islam., di antaranya yakni dalam perang Badar, Fath Makkah (Penakhlukan Makkah), serta Pembebasan Andalusia. Kemenangan Perang Badar telah memperkuat kondisi kaum muslimin di dunia internasional saat itu, terutama di jazirah Arab; bahwa negara baru yang dibangun kaum Muslim, Daulah Islam, adalah negara kuat yang tidak bisa disepelekan. Kondisi ini tentunya menimbulkan rasa aman pada seluruh warga Daulah Islam.
Bandingkan dengan kondisi kaum muslim saat ini. Negeri-negeri Islam terpecah belah menjadi beberapa negara kecil yang lemah. Kondisi ini membuat musuh-musuh Allah dengan gampang dan sombong membantai dan membunuh kaum Muslim serta mengeksploitasi kekayaan alamnya dengan rakus; tanpa ada pelindung sama sekali.
Beberapa hal yang patut kita teladani dari shaum generasi para Sahabat ini antara lain:
para shabat tidak hanya melakukan tadarus al-Qur’an, tetapi juga mengamalkannya.Sebab, para sahabat memahami bahwa membaca al-Qur’an adalah sunnah, sementara menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup mereka adalah wajib.
para sahabat tidak hanya menahan dari lapar dan haus tetapi juga terhadap segala hal yang diharamkan Allah;tidak berdusta, tidak berbuat bathil, tidak membuat kerusakan, tidak membiarkan orang lain berbuat bathil serta membuat kerusakan, yakni dengan jalan berdakwah.
para sahabat telah nyata-nyata menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan taubat. Taubat mereka adalah tawbatan nasuha, taubat yang sebenar-benarnya. Tidak lagi melakukan maksiat meski Ramadhan telah berlalu. Menjadikan dirinya bertaqwa—tunduk dan patuh terhadap syariat islam—serta menerapkan syari’at islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Karena itu, dalam momentum Idul Fitri ini, yang berarti kembali ke fitrah, sudah selayaknya kaum Muslim segera kembali menerapkan syari’at-syari’at islam—yang memang sesuai dengan fitrah manusia—dalam seluruh aspek kehidupan.
Karena itu, pada Hari Kemenangan ini, sudah sepatutnya pula kita berjanji kepada Allah, Rasul-Nya, seta kaum Muslim untuk mengerapkan segenap upaya, secara damai, demi tegaknya syariah allah di muka bumi. Kita mohon kepada Allah denagn sungguh-sungguh agar Ia memberikan pertolongan kepada kita semua dalam mewujudkan hal ini sehingga kaum Muslim merasakan kegembiraan yang hakiki karena meraih kemenangan yang hakiki, sebagaimana difirmankan Allah:
Pada hari (kemenangan) itu bergembiralah kaum Mukmin karena pertolongan allah. Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dialah yang Maha perkasa lagi Maha Penyayang. (TQS ar-Rum [30]4-5).


^_^

Read More…

 
Islam will Rise again - Wordpress Themes is proudly powered by WordPress and themed by Mukkamu Templates Novo Blogger